Layanan Publik
Perjalanan reformasi sudah memasuki tahun kesepuluh, dan
tuntutan mendasar dari reformasi juga salah satunya memperbaikan pelayanan
publik yang selama ini sangat bobrok dan banyak diskriminasi didalamnya di masa
Orde Baru. Pelayanan Publik diartikan sebagai, pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Hakikat
pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat dan ia bukan untuk melayani diri
sendiri namun memberikan pelayanan kepada ralyat. Jadi adalah pelayan
rakyat. Public services oleh birokrasi adalah salah perwujuda dari fungsi
aparatur negara sebagai abdi negara. Setelah era reformasi, tantangan birokrasi
sebagai pemberi pelayanan kepada rakyat mengalami suatu perkembangan yang
dinamis seiring dengan perubahan didalam masyarakat itu sendiri. Rakyat semakin
sadar akan apa yang menjadi haknya serta apa yang menjadi kewajibannya sebagai
warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dibalik
itu, rakyat semakin berani mengajukan tuntutan-tuntutan, keinginan dan
aspirasinya kepada pemerintah. Tuntutan reformasi, birokrasi dituntut untuk
mengubah posisi dan perannya (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik.
Dulu, birokrasi suka mengatur dan memerintah arus diubah menjadi suka melayani,
dulu yang menggunakan pendekatan kekuasaan harus diubah menjadi suka menolong
menuju kearah yang lebih fleksibel kolaboratis dan dialogis serta yang dulu
dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang lebih realistis
pragmatis. Melalui revitalisasi ini, birokrasi publik diharapkan lebih baik
dalam memberikan pelayanan publik serta menjadi lebih profesional dalam
menjalankan tugasnya serta kewenangannya. Ada beberapa fungsi utama yang harus
dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya yaitu:pertama; fungsi
pelayan masyarakat (public service function), kedua; fungsi pembangunan (development
function), ketiga; fungsi perlindungan (protection function).Wajah
birokrasi publik selama orde baru sebagai pelayan rakyat sangat jauh dari yang
diharapkan. Dalam pratika penyelenggaraan pelayanan, rakyat menempati posisi
yang tidak menguntungkan. Beragam keluhan dan ketidakpuasan masyarakat
terhadap pelayanan publik menunjukkan desakan terhadap perbaikan atau
pembaharuan makna baik dari sisi substansi hubungan negara – masyarakat dan
pemerintah – rakyat maupun perbaikan-perbaikan didalam internal birokrasi
publik itu sendiri.1Gasperz (1994) dalam Agung Kurniawan mengatakan, pelayanan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang yaitu outputnya yang tidak
berbentuk (intangible output), tidak standar serta tidak dapat disimpan dalam
inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi. Jadi dilihat
dari hal tersebut, sebagai suatu intangible output pelayanan memiliki
dimensi yang berbeda dengan barang yang bersifat tangible. Produk
akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang dimiliki
barang. Outputnya tergantung dari proses interaksi antara layanan dengan
konsumen.Guna mencapai suatu pelayanan publik yang baik memang banyak hal-hal
yang perlu diperbaiki dan salah 1 Kurniawan, Agung, Transformasi Pelayanan
Publik, Pembaruan, Cetakan I Tahun 2005, hal 6-7. satunya melakukan
pembaharuan birokrasi. Birokrasi harus bisa mengurangi bebannya dalam
pengambilan keputusan dengan membaginya kepada lebih banyak orang yang mana
memungkinkannya lebih banyak keputusan dibuat kebawah atau kepada pinggiran
ketimbang mengkonsentrasikannya pada pusat yang akhirnya menjadi stres dan
tertekan sehingga menjadi tidak berfungsi baik dalam memberikan pelayanan
publik. Desentralisasi ini akan menciptakan birokrasi yang lebih fleksibel,
efektif, inovatif, serta menumbuhkan motivasi kerja daripada yang
tersentralisasi. Dengan pendelegasian wewenang keda strata yang lebih bawah
daristrategic apex (pemimpin puncak) kepada operation apex (birokrat pelaksana)
perlu segera direalisasikan, mengingat operation apex merupakan orang-orang
yang bersentuhan langsung dengan masyarakat sebagai pengguna pelayanan
publik.Sebagai contoh, dalam hal pengurusan penerbitan surat kelahiran maupun
lainnya yang selama ini dipegang oleh Kabupaten sudah bisa mendelegasikannya
kepada pihak Kecamatan guna menciptakan pelayanan publik yang lebih cepat,
lebih fleksibel dan tidak memerlukan waktu yang panjang dan prosedur yang rumit
sehingga membuat masyarakat akhirnya menjadi gampang dan mudah
mengurusnya.Mendelegasikan tugas yang lebih besar kepada Kecamatan akan banyak
memberikan keuntungan yang lebih besar sehingga Bupati sebagai pemimpin politik
tidak repot dibuatnya, pendelegasian ini akan banyak memberikan perubahan yang
signifikan sesuai tuntutan reformasi yaitu menciptakan pelayanan publik yang
lebih baik. Era desentralisasi (otonomi daerah) saat ini merupakan momentum
yang baik guna juga melakukan pembaruan struktur birokrasi publik didaerah
yang lebih desentralistis dan tidak dilingkupi banyaknya aturan organisasi dan
terlalu prosedural sehingga pengguna kekuasaan menjadi lebih leluasa dalam
menggunakan diskresi yang adaptif dengan perubahan lingkungan termasuk tuntutan
perbaikan pelayanan publik. Jadi struktur organisasi yang berbelit-belit dan
terlalu menakutkan masyarakat harus iubah kepada yang lebih sederhana dan lebih
bermasyarakat sehingga pelayanan publik di era reformasi dapat dicapai dengan
baik dan memuaskan masyarakat. Mindset dalam merancang struktur birokrasi
pemerintah Indonesia selama ini juga telah salah. Hierarki mulai dari
pusat sampai kepelosok negeri Indonesia dirancang guna memudahkan Jakarta untuk
mengendalikan sistem pemerintahan agar warga tidak melakukan kegiatan yang
berlawanan dengan kepentingan pemerintah. Mungkin ini merupakan model birokrasi
peninggalan kolonial dimana cenderung menganggap warga negara sebagai ancaman.2 Perubahan
prosedur layanan terhadap masyarakat yang selama orde baru cenderung
berbelit-belit sehingga menghambat akses masyarakat terhadap pelayanan publik
yang secara wajar dan adil juga tidak akan tercapai tanpa perubahan misi dan
budaya birokrasi. Misi birokrasi yang selama ini adalah untuk
mengendalikan perilaku sehingga sulit mengembangkan pelayanan publik harus
diubah melalui mempermudah akses akses warga dalam menggunakan pelayanan
publik. Selama ini banyak warga tidak dapat mengikuti secara wajar prosedur pelayanan
publik Indonesia.Apabila dilihat dari sisi pelayanan, diberlakukannya Undang
Undang No. 22 Tentang Pemerintahan 2 Agus Dwiyanto (editor), Mewujudkan
Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press, 2005,
hal 30.Daerah sejak 1 Januari 2001, yang telah memberikan perluasan kewenangan
pada tingkat pemerintah daerah, dipandang sebagai salah satu upaya untuk
memotong hambatan birokratis yang acapkali mengakibatkan pemberian
pelayanan memakan waktu yang lama dan berbiaya tinggi. Dengan adanya
desentralisasi, pemerintah daerah mau tidak mau harus mampu melaksanakan
berbagai kewenangan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah pusat,
seiring dengan pelayanan yang harus disediakan.Konseksuensinya, pemerintah
daerah dituntut untuk lebih mampu memberikan pelayanan yang lebihberkualitas,
dalam arti lebih berorientasi kepada aspirasi masyarakat, lebih efisien,
efektif dan bertanggung jawab (accountable). Dengan kata lain pelaksanaan
otonomi daerah adalah juga upaya untuk meningkatkankualitas pelayanan. Dalam
konteks era desentralisasi ini, pelayanan publik seharusnya menjadi lebih
responsifterhadap kepentingan publik. Paradigma pelayanan publik berkembang
dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih
memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan
(customerdriven government) dengan ciri-ciri: (a) lebih memfokuskan diri
pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi
berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat,
(b) lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga
masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap
fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama, (c) menerapkan
sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga
masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas, (d) terfokus pada
pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil
(outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan, (e) lebih mengutamakan
apa yang diinginkan oleh masyarakat, (f) pada hal tertentu pemerintah juga
berperan untuk memperoleh pendapat dari masyarakat dari pelayanan
yang dilaksanakan, (g) lebih mengutamakan antisipasi terhada permasalahan
pelayanan, (h) lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan
pelayanan, dan (i) menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.Namun
dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa sifat antara lain: (1)
memiliki dasar hukum yangjelas dalam penyelenggaraannya, (2)memiliki wide
stakeholders, (3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut untukakuntabel kepada
publik, (5) memiliki complex and debated performance indicators, serta (6)
seringkali menjadi sasaran isu politik.Permasalahan utama pelayanan publik
pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitaspelayanan itu
sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek,
yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber
daya manusia, dan kelembagaan. Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya,
pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:a. Kurang
responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan,
mulai padatingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan
penanggungjawab instansi. Responterhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun
harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikansama sekali.b. Kurang
informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat,lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.c. Kurang
accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan
masyarakat,sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan
tersebut.d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan
lainnya sangat kurangberkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih
ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansipelayanan dengan instansi
pelayanan lain yang terkait.e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan
perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui prosesyang terdiri dari
berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu
lama.Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf
pelayanan (front line staff)untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan
dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemudengan penanggungjawab
pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika
pelayanandiberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan
memerlukan waktu yang lama untukdiselesaikan.f. Kurang mau mendengar
keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurangmemiliki
kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya,
pelayanandilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.g.
Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidakrelevan dengan pelayanan yang diberikan.Dilihat dari
sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan
profesionalisme,kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju
bahwa salah satu dari unsur yang perludipertimbangkan adalah masalah sistem
kompensasi yang tepat.Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak
pada disain organisasi yang tidak dirancangkhusus dalam rangka pemberian
pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat
pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi.
Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan
dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah,
yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.Kiranya
melalui beberapa hal diatas perubahan pelayanan publik yang baik dalam era
reformasi dapattercapai.
Reply to this post
Posting Komentar